Selasa, 17 Mei 2011

Kaum Yahudi di Indonesia, Siapa Mereka?

Simbol Yahudi di salah satu bukit di Manado
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perayaan hari kemerdekaan Israel tanggal 14 Mei lalu di Puncak, Jawa Barat, oleh sekelompok keturunan Yahudi Indonesia memicu kontroversi. Walaupun acara itu dilakukan secara tertutup tapi tetap saja menjadi sorotan berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra. Sebenarnya siapa komunitas Yahudi di Indonesia itu, dan apa yang melatarbelakangi kebangkitan Yahudi di Indonesia? Theo Kamsma, penulis buku The Jewish Diasporaspace in The Straits, menjelaskan ada dua kelompok 'Yahudi' di Indonesia.  

"Pada waktu dulu ada sejumlah besar orang Yahudi di Indonesia
. Mereka bekerja dalam bidang administrasi pemerintah kolonial," kata Kamsma pada Radio Nederland. Ia jelaskan, sebagian besar dari kaum Yahudi itu kembali ke Belanda sesudah Perang Dunia II. Kemudian ada kelompok yahudi Irak, yang karena situasi di sana, beremigrasi ke Asia Tenggara dan sebagian tiba di Surabaya. Mereka ini berdiam di Surabaya. Menurut Kamsma, jika dilihat murni dari hubungan darah- untuk dianggap sebagai keturunan Yahudi sang ibu harus Yahudi- maka jumlahnya tidaklah banyak.

"Namun apabila kita menggunakan definisi yang lebih luas, yaitu orang-orang yang mengidentifikasikan diri dengan keyahudian, mengadopsi gaya hidup Yahudi, dsb, maka jumlahnya bisa lebih besar," sambung dia. Jadi dalam hal ini tergantung pada definisi apa yang disebut Yahudi, karena orang-orang Kristen juga mengidentifikasikan diri dengan keyahudian dan merangkul paham mesiasintik Yahudi. Tahun lalu, muncul berita mengenai pembangunan Menorah, yaitu simbol suci Yahudi, di Menado. Seiring dengan itu, komunitas Yahudi semakin sering disebut-sebut.

"Belakangan ini terjadi kebangkitkan kembali keyahudian terutama di wilayah Kristen di Minahasa, Menado dan sekitarnya. Di sana juga dibangun Menorah," kata Kamsma. Menurut dia, kelompok Yahudi di Manado adalah anak cucu orang-orang Yahudi yang berdiam di sana. Mereka menemukan kembali akar yahudi mereka. "Mereka mendirikan sinagoga dan mendalami kepercayaan Yahudi."

Kamsma menduga, kaum Yahudi di Indonesia mendapat angin saat kepemimpinan Presiden Gus Dur. Ketika itu, ia mengklaim, pintu masuk bagi Yahudi 'dibuka' lebar di Indonesia. Ia lantas membandingkan 'kebangkitan' Yahudi Indonesia dengan masyarakat Cina.

"Masyrakat Cina saat itu menuntut agar kepercayaan dan keyakinan mereka diterima. Demikian pula dengan masyarakat Yahudi," klaim Kamsma.

Harian bergengsi AS, The New York Times, pernah menurunkan satu tulisan mengenai komunitas Yahudi di Indonesia ini pada 22 November 2010. Artikel itu berjudul 'In Part of Indonesia, Judaism is Embraced'. Artikel menyoroti komunitas kecil Yahudi yang tinggal di Manado. Di tengah komunitas kristen dan minoritas Muslim, ketiganya bisa hidup berdampingan dengan baik. Berikut cuplikan artikel tersebut. Sebuah menorah setinggi 62 kaki, mungkin yang tertinggi di dunia, berdiri di punggung bukit. Lambang Yahudi itu bisa dilihat dengan jelas dari kota di bawahnya. Pendirian menorah pun mendapat restu dari pemerintah lokal.

Di bawah menorah, sebuah stiker bendera Israel menempel di motor ojek. Di dekat motor itu berdiri sinagog yang berusia enam tahun. Inilah salah satu sudut kota di dekat kota Manado yang lekat dengan komunitas Yahudi. Manado terkenal sebagai daerah mayoritas kristen. Salah satu yang paling kental di Indonesia. Namun setahun terakhir, muncul sentimen pro Yahudi di sana.

Sejumlah keturunan Yahudi berdarah Belanda (10 orang), akhirnya mau terang-terangan mengakui mereka Yahudi. Mereka juga menjalankan ritual keagamaannya. Pengakuan ini cukup mengejutkan, karena umumnya kaum Yahudi Indonesia kerap mengaku sebagai pemeluk Kristen.

"Kami meminta anak kami agar merahasiakan asal usul Yahudi kami," kata Leo van Beugen (70) warga Manado penganut Yahudi.

Oral Bollegraf (50) menambahkan dia dan keluarganya tidak pernah terang-terangan mengaku Yahudi. Namun warga sekitar mereka sudah tahu kalau keluarga Oral keturunan Yahudi. Kelompok kecil yang berani terang-terangan mengaku Yahudi itu mengaku baru mempelajari judaisme. Karena ketiadaan pengajar Judaisme, jadilah mereka belajar melalui internet. Ada lelucon soal hal ini yang sering mereka lontarkan. "Kami belajar Judaisme dari Rabbi Google."

Kitab Taurat mereka unduh dari internet dan mereka cetak. Mereka juga belajar ritual keagamaan dari YouTube. "Kami hanya berusaha menjadi Yahudi yang baik dan benar," kata Toar Palilingan (27). Toar mengenakan jubah dan topi hitam lebar, layaknya Yahudi ortodoks. "Kalau dibandingkan dengan Yahudi di Jerusalem atau di Brooklyn, kami belum sampai ke sana," kata Toar yang nama Yahudinya Yaakov Baruch.

Toar berusaha menerapkan keyahudiannya dengan ketat. Ia kerap mengenakan pakaian ala Yahudi, jas putih hitam di Manado maupun di Jakarta. Lucunya, ia katakan, warga Indonesia tidak mengenal pakaian ala Yahudi ini. "Mereka kira saya orang Iran atau orang asing dari mana begitu. Malah saya sempat berpapasan dengan kelompok unjuk rasa, mereka mengucapkan salam pada saya," kata Toar.

0 comments:

Posting Komentar