Senin, 13 Desember 2010

Deep Thinking


Jika Bumi itu ibarat buah apel, maka tanah yang kita injak adalah kulit apel dan buah apel itu sendiri adalah cairan magma yang dapat keluar kapan saja.



Manusia terlahir sempurna, walaupun ada yang tidak bisa bicara, berjalan, melihat dsb, manusia tersebut tetap terlahir sempurna. Karena ia memiliki akal untuk berpikir, akal bukanlah otak sama seperti hati sebagai raja diri bukanlah hati dalam arti liver. Akal mempunyai peran yang cukup sentral dalam hidup manusia, karena ia berfungsi sebagai sarana untuk berpikir.
Tapi Pernahkah kita berpikir bahwa kita tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan kita telah diciptakan  dari sebuah ketiadaan?
Pernahkan kita berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan kita berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika kita sedang tidur, yang menghancur luluhkan rumah, kantor dan kota kita hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa detik saja kita pun kehilangan segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini?
Pernahkan kita berpikir bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?.
Bagaimanakah seharusnya kita berpikir?. Hal apa saja yang seharusnya dipikirkan dan mengapa kita enggan berpikir?. Mari kita renungi semua itu bersama, jangan dulu membalik halaman sebelum anda dapat menjawabnya…
1.      Bagaimanakah seharusnya kita berpikir?

2.      Hal apa saja yang seharusnya dipikirkan?



Berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. “Berpikir” mencakup banyak aktivitas mental.

Bagaimana seharusnya kita Berpikir ?

Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad, 38: 29).
Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Berfikir mendalam dapat diartikan juga sebagai berpikir secara sadar, artinya kita tahu apa yang kita lakukan, untuk apa dan mengapa. Sehingga apa yang kita lakukan saat ini bukanlah hanya sebatas rutinitas belaka. Jika kita bias selalu berpikir secara sadar maka kita akan terhindar dari suatu hal yang sia – sia. Pernahkah anda berpikir mengapa anda menjadi seorang muslim?, jika anda menjadi anak seorang George Sorosh apakan anda akan tetap meyakini islam sebagai aqidah anda?. Bagaimana anda yakin bahwa shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar padahal jutaan orang melakukanya berbarengan dengan maksiat, sedangkan mereka yang menghadap tuhanya dengan semedi TAO mampu me,bawa kesejahteraan bagi umatnya?. Mengapa anda ada di sini, untuk apa?, Padahal ada tempat dan ilmu yang jauh lebih menyegarkan daripada bersama teman – teman anda yang sama – sama tidak sadar. Mengapa anda lakukan semua itu?. Pernahkah anda memikirkanya?.
Orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan. Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf, 7: 205)
Tujuan Berpikir Mendalam :
1.      Mengingat Kebesaran Allah
2.      Melepaskan diri dari belenggu lalai
3.      Melatih kemampuan analisis
Hal apa saja kah yang harus dipikirkan?
Sudah pasti apa yang disebutkan di sini hanya mencakup sebagian kecil dari kapasitas berpikir seorang manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk setiap saat (dan bukan setiap jam, menit atau detik, tapi satuan waktu yang lebih kecil dari itu, yakni setiap saat) dalam hidupnya. Ruang lingkup berpikir manusia sedemikian luasnya sehingga tidak mungkin untuk dibatasi. Oleh karena itu, uraian di bawah ini bertujuan untuk sekedar membukakan pintu bagi mereka yang belum menggunakan sarana berpikir mereka sebagaimana mestinya.
Perlu diingat bahwa hanya mereka yang berpikir secara mendalam lah yang mampu memahami dan berada pada posisi lebih baik dibandingkan makhluk lain. Mereka yang tidak dapat melihat keajaiban dari peristiwa-peristiwa di sekitarnya dan tidak dapat memanfaatkan akal mereka untuk bepikir adalah sebagaimana diceritakan dalam firman Allah berikut:
Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. (QS. Al-Baqarah, 2: 171)
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.  (QS. Al-Araf, 7: 179)
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).(QS. Al-Furqaan, 25: 44)
Hanya mereka yang mau berpikir yang mampu melihat dan kemudian memahami tanda-tanda kebesaran Allah, serta keajaiban dari obyek dan peristiwa-peristiwa yang Allah ciptakan. Mereka mampu mengambil sebuah kesimpulan berharga dari setiap hal, besar ataupun kecil, yang mereka saksikan di sekeliling mereka.
·         Ketika seseorang bangun dari tidurnya di pagi hari

·         Bagaimana kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?

·         Bagaimana beberapa karakteristik tubuh manusia membuat anda berpikir?

·         Ketika dalam perjalanan

Dan masih banyak lagi

Mengapa kita enggan berpikir?

Agar kita tidak termasuk menjadi orang yang lalai maka alangkah lebih baik jika mengetahui penyebab orang enggan berpikir mendalam, diantaranya :

1.    Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang

Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyakinannya bahwa apa yang dilakukan “sebagian besar”  manusia adalah benar. Manusia biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pada mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanyakan orang, atau bahkan tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.

 

2.    Kemalasan mental

Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan manusia dari berpikir. 
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana yang pernah mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan para ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah sebagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir, Bagaimana membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih bersih” dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru.

3.    Anggapan bahwa berpikir secara mendalam tidaklah baik

Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir secara mendalam tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama lain dengan mengatakan “jangan terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal. Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama. Yang seharusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan kosong.

4.    Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan apa yang diperoleh dari berpikir

Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah

5.    Tidak berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan sehari-hari

Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam “ketergesa-gesaan. Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah “perjuangan hidup. Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.

6.    Melihat segala sesuatu dengan “penglihatan yang biasa”, sekedar melihat tanpa perenungan

Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin menemukan berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari sudah menjadi sesuatu yang “biasa saja bagi mereka.

 


0 comments:

Posting Komentar